BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Tuntutan akan lulusan lembaga pendidikan yang bermutu semakin mendesak
karena semakin ketatnya persaingan dalam lapangan kerja. Salah satu implikasi
globalisasi dalam pendidikan yaitu adanya deregulasi yang membuka peluang
lembaga pendidikan (termasuk perguruan tinggi asing) membuka sekolahnya di
Indonesia. Oleh karena itu persaingan di pasar kerja akan semakin berat.
Mengantisipasi perubahan-perubahan yang begitu cepat serta tantangan yang
semakin besar dan kompleks, tiada jalan lain bagi pemerintah dalam fungsinya
sebagai penyelenggara pembangunan di bidang pendidikan dan lembaga-lembaga
pendidikan untuk mengupayakan segala cara untuk meningkatkan daya saing lulusan
serta produk-produk akademik lainnya, yang antara lain dicapai melalui
peningkatan mutu pendidikan. Tata Administrasi Negara (TAN) dan Tata Laksana
Pemerintahan (TLP) dalam bidang pendidikan haruslah dapat menyesuaikan dan
menjawab tantangan tersebut.
Usaha
peningkatan mutu layanan pendidikan terkait dengan bagaimana usaha itudengan
mengadopsi istilah penjejangan Sismennas dalam penyelenggaraan negara maka
perlu dilakukan baik pada jenjang kebijakan umum ( strategik), kebijakan manajerial,
maupun kebijakan teknis (Lemhannas, 2009). Salah satu di antaranya adalah
kebijakan manajerial bisa dengan menerapkan manajemen mutu terpadu ( Total
Quality Management) untuk mengantisipasi pesatnya pengaruh global atau yang
sering disebut globalisasi.
Globalisasi bisa mengakibatkan hilangnya identitas kultur nasional,
sedangkan kemampuan untuk bertahan tergantung pada akses kekuatan superpower,
sehingga terajadi eksploitasi terhadap negara yang kurang berkembangpun akan
terjadi. Namun, globalisasi adalah keniscayaan yang tidak dapat dihindarkan
dalam hubungan antar negara. Globalisasi multisektor sebagai dua sisi mata uang
yang menghadirkan kebaikan dan kerugian. Banyak konsep diciptakan negara maju
baik di bidang ekonomi, politik, demokrasi, perlindungan HAM, pengelolaan Iingkungan
hidup sampai pada konsep good governance terkait dengan peningkatan
mutu. Salah satu di antaranya dapat kita kaitkan bagaimana hubungan antara
peningkatan mutu dengan praktek good gavernance.
Good governance dalam konteks kepemerintahan secara legitimasi dapat
dilihat dari sistem pemerintahannya itu sendiri dan bagaimana jalannya
pemerintahan. Lalu secara akuntabilitas dapat dilihat dari eksistensi mekanisme
keyakinan politik pemerintah terhadap aksi perbuatannya dalam menggunakan
sumber publik dan performa perilakunya. Pemerintah dalam membuat kebijakan
harus berpatokan kepada pelayanan publik yang efisien dan kapabilitas manajemen
publik yang tinggi (Effendi, 2005). Adapun problematika penerapan good
governance antara lain bisa karena kurangnya pelayanan publik, kapabilitas
kebijakan yang rendah, manajemen keuangan yang lemah, peraturan dan prosedur
pelayanan yang sangat birokratis serta inefisiensi alokasi sumber-sumber
publik. Ini yang menghambat pelaksanaan good governance dan akibatnya
bisa fatal, misalnya, bisa membuat pengentasan kemiskinan dan/atau hal-hal lain
yang penting justru tidak berjalan.
Dalam hal ini manajemen mutu terpadu dalam kaitannya dengan penyelenggaraan
good governance bisa ditempatkan sebagai metodologi atau teknik
manajemen untuk mencapai tujuan peningkatan mutu itu sendiri.
1.2.
Tujuan Penulisan
Tujuan
penulisan makalah ini adalah bagaimana pengembangan teori“Pentingnya Manajemen Mutu Terpadu”.
1.3.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas maka masalah pokok yang
diangkat dalam makalah ini adalah:
1.
Pengertian Manajemen Mutu Taerpadu
(MMT).
2.
Konsep Mutu.
3.
Prinsip Umum
Manajemen Mutu Terpadu (MMT).
4.
Tahap-tahap
Pelaksanaan Manajemen Mutu Terpadu.
5.
Kendala-kendala
Dalam Penerapan Manajemen Mutu Terpadu.
6.
Komponen Penting
Dalam Pelaksanaan Manajemen Mutu Terpadu.
7.
Evaluasi Dalam
Manajemen Mutu Terpadu.
8.
Karakteristik
Evaluasi Dalam Manajemen Mutu Terpadu.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Manajemen Mutu Taerpadu (MMT)
Manajemen Mutu Terpadu (MMT) adalah filosofi dan sistem untuk pengembangan secara terus menerus (continuous improvement) terhadap jasa atau produk untuk memenuhi kepuasan pelanggan (customer satisfaction). Sistem pengembangan secara terus menerus dan kepuasan pelanggan merupakan kalimat yang selalu ada dalam setiap definisi yang dikemukakan pakar terhadap MMT. Sistem pengembangan secara terus menerus menggambarkan bahwa MMT memiliki titik tekan pada proses dan bekerja dengan mendasarkan pada sistem, sebagaimana gambar 1.
2.2.
Konsep
Mutu
Mutu merupakan gagasan
dinamis yang sulit untuk dapat disamakan. Di suatu sisi mutu data dipahami
sebagai konsep absolut dan pada sisi lain dapat dipahami sebagai konsep yang
bersifat relatif.
2.2.1. Konsep Absolut
Mutu sebagai
konsep absolut memungkinkan kepala sekolah untuk merumuskan standar maksimal,
yang pada kenyataannya akan sulit untuk direalisasikan. Dalam pemahaman seperti
ini, kepala sekolah akan berpikir bahwa sekolah yang dipimpin harus selalu
menjadi sekolah unggulan baik bertaraf nasional maupun internasional. Mutu akan
menjadi simbol status bagi pelanggan internal maupun pelanggan eksternal,
sehingga stakeholder/pemilik akan merasa bangga dan merasa puas, khususnya bagi
orang tua peserta didik.
2.2.2. Konsep Relatif
Mutu sebagai konsep relatif, sangat
mengikuti keinginan pelanggan. Mutu ditentukan oleh spesifikasi standart yang
telah ditetapkan dan selalu disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan. Mutu pada
kondisi sekarang belum tentu menjadi ukuran mutu dimasa datang. Kepala sekolah
harus bisa merancang kebutuhan masa depan dengan visi dan misi sekolah yang
menantang. Untuk itu sekolah harus merumuskan program-programnya terlebih dahulu
dengan kejelasan target yang akan dicapai.
2.3.
Prinsip
Umum Manajemen Mutu Terpadu (MMT)
Menurut Dean sebagaimana dikutip oleh Ali Djamhuri
(2001:8) prinsip umum Manajemen Mutu Terpadu meliputi:
1.
Organisai yang memfokuskan pada
ketercapaian kepuasan pelanggan (Customer Focus Organization).
Organisasi
dalam hal ini manajemen harus dapat mengoptimalkan seluruh potensi dan sumber
daya organisasi dan sistem yang ada untuk menciptakan aktivitas terhadap
tercapainya kepuasan pelanggan. Tercapainya kepuasan pelanggan meliputi seluruh
stakeholders, baik yang berada didalam organisasi maupun di luar
organisasi.
2.
Kepemimpinan (Leadership)
Kepemimpinan
merupakan proses untuk mempengaruhi pihak lain untuk mencapai tujuan
organisasi. Oleh karenanya pemimpin harus memiliki visi dan misi yang jelas,
sehingga keduanya dapat dituangkan dalam kebijakan yang akan diambil.
3.
Keterlibatan seluruh partisipan
organisasi (People Organization)
Seluruh
komponen di dalam suatu organisasi harus dilibatkan. Artinya seluruh sitivitas
organisasi harus selalu berusaha untuk melakukan perbaikan secara terus
menerus. Perbaikan bukan hanya dari pihak kepala sekolah, guru, tenaga
administrasi, tetapi semua sivitas sekolah harus memiliki komitmen untuk
melakukan perbaikan. Dengan kata lain semua sivitas sekolah harus dilibatkan
dalam upaya memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada para pelanggan.
4.
Pendekatan yang menekankan pada
perbaikan proses (Process Approach)
Kurangnya
dukungan sistem informasi dan alat ukur keberhasilan MMT berasumsi bahwa output
akhir suatu organisasi tidak semata-mata dilihat secara parsial, tetapi suatu
proses yang panjang. Proses tersebut dilakukan secara sadar oleh setiap
individu. Kegiatan tersebut juga dilakukan saling terkait satu dengan lainnya
sehingga menghasilkan outputorganisasi. Jelassnya tamatan atau lulusan
bukan semata-mata produk tenaga akademik, atau karyawan sajak, tetapi
menyangkut proses yang melibatkan tenaga akademik, karyawan, kepala sekolah,
murid, orang tua, pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat luas, yang tentu saja
proporsinya berbeda satu sama lainnya.
5.
Penerapan manajemen dengan
menggunakan pendekatan sistem (System Approach)
Dalam
konteks organisasi, upaya menyempurnakan proses tertentu harus dikaitkan dengan
proses lainnya. Oleh karena pihak-pihak yang terkait dengan proses tersebut
merupakan tangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Tuntutan peningkatan kualitas
pembelajaran tidak dapat dilakukan oleh tenaga pengajar semata, tetapi harus
pula melibatkan aspek ketatausahaan, kepemimpinan, fassilitas, dan penciptssn
organisasi yang optimal atau mendukung.
6.
Langkah
perbaikan yang dilakukan secara terus menerus (Continual Improvement atau
Kaizen)
Inti
perbaikan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan adalah adanya human
resources empowerment baik bagi tenaga edukatif maupun administratif.
Realitas menunjukkan belum seluruhnya pemimpin organisasi menyadari arti
pentingnya pemberdayaan tenaga akademik dan administratif. Para pimpinan sering
lebih mementingkan pengembangan fasilitas atau pegembangan fasilitas. Hal ini
ditunjukkan oleh adanya anggaran pendidikan dan pelatihan untuk kedua tenaga
tersebut tidak setidak-tidaknya kurang berimbang dibandingkan dengan anggaran
pembangunan fisik.
7.
Penerapan pengembilan keputusan
didasarkan fakta (Factual Apprecision Making)
Manajemen
Mutu Terpadu-MMT berdasarkan pada kepuasan pelanggan. Oleh karenanya maka
orientasi MMT harus mendasarkan pada fakta yang diinginkan oleh pelanggan. Pada
sisi lain kepuasan berkaitan dengan kualitas. Implikasinya kualitas kepuasan
tersebut harus dapat diukur dan dapat dilakukan monitoring setiap saat.
Dengan demikian, pemimpin organisasi harus dapat menciptakan dan mengembangkan
alat ukur sebagai keberhasilan suatu lembaga
8.
Hubungan dengan supplier yang saling
menguntungkan (Mutually Beneficial Relationship).
Filosofi Manajemen Mutu Terpadu:
Pertama: pemenuhan kebutuhan sebaik-baiknya atau
kepuasan pelanggan.
Kedua: menciptakan budaya kerja dan budaya akademik
dalam diri karyawan maupun tenaga kependidikan dalam layanan pendidikan,
misalnya motivasi, sikap, kemauan, dedikasi untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.
Namun permassalahan yang ada adalah
setiap pelanggan memiliki ukuran yang berbeda. Dengan kata lain tolok ukur
untuk setiap pelanggan adalah berbeda, misalnya bagi seorang guru salah satu
tugasnya adalah melayani siswa yang kurang pintar justru senang. Sementara
siswa puas dengan penguasaan teori secara tuntas daripada masalah-masalah teknis,
sedangkan siswa lainnya lebih senang dan puas dengan pemahaman yang sifatnya
teknis.
Perbedaan
tolok ukur kepuasan ini memang sangat mungkin dan fakta menunjukkan adanya
perbedaan tersebut, yaitu:
- Pelanggan berbeda kebutuhannya
- Kebutuhan pelanggan selalu berubah
- Sikap dan kemampuan pemberi pelayanan
- Jasa pendidikan bersifat abstrak
2.4.
Tahap-tahap
Pelaksanaan Manajemen Mutu Terpadu
- Melakukan sosialisasi
Dengan cara
sebagai berikut:
- Baca dan pahami sistem, buaya dan sumber daya yang ada disekolah.
- Identifikasi sitem, budaya dan sumber daya yang perlu diperkuat dan perlu diubah.
- Buatlah komitmen secara rinci.
- Bekerjalah dengan semua unsure sekolah untuk mengklarifikasi visi, misi, tujuan, sasaran, rencana dan program-program.
- Hadapi status quo terhadap perubahan
- Garisbawahi prioritas sasaran, budaya dan sumber daya yang belum ada sekarang.
- Pantaulah dan arahkan proses perubahan agar sesuai dengan visi, misi, tujuan, sasaran, rencana, dan program-program
- Mengidentifikasi tantangan nyata di sekolah.
Tantangan
adalah selisih antara ketidak sesuaian antara output sekolah saat ini dan
output sekolah yang diharapkan dimasa yang akan datang. Tantangan terdiri dari
tantangan kualitas dan tantangan efektivitas.
Contoh
tantangan kualitas: rata-rata output sekolah saat ini NEM-nya adalah 6,2 dan
output sekolah yang diharapkan dimasa datang adalah 7,5 maka besarnya tantangan
adalah 7,5-6,5=1,0.
Contoh
tantangan efektivitas: dari 300 siswa yang ikut UNAS yang lulus 270 siswa,
sehingga tantangannya adalah 30 siswa atau 10%.
2.5.
Kendala-kendala
Dalam Penerapan Manajemen Mutu Terpadu
Jim
Clemer sebagaimana dikutip oleh Djamhuri (2001), merinci kendala dalam
menerapkan Manajemen Mutu Terpadu adalah:
§
Lemahnya kepemimpinan dan delegasi
wewenang manajemen
Manajeme
Mutu Terpadu akan berjalan sesuai dengan sasaran yang didinginkan jika pemimpin
memiliki komitmen terhadap keterlibatan semua pihak. Artinya Manajemen Mutu
Terpadu tidak akan berhasil manakala hanya diserahkan kepada tim tertentu yang
ditunjuk oleh pimpinan, sementara pimpinan langsung menyerahkan program
Manajeme Mutu Terpadu tersebut kepada tim yang ditunjuk. Dengan demikian
pimpinan dapat mensosialisasikan perbaikan mutu yang dilakukan oleh pimpinan.
§
Mabuk tim
Model
ini bukan satu-satunya, tetapi masih ada metode pengembangan lainnya.
§
Proses pengaturan yang tidak memadai
ProgramManajeme
Mutu Terpadu harus mengilhami seluruh kegiatan. Bagi sekolah, maka seluruh
kegiatan akademik (proses belajar mengajar) harus memperoleh perhatian dalam
meningkatkan kualitasnya.
§
Pemilihan pendekatan yang sempit dan
dogmatik
Pendekatan
yang sempit dan dogmatik tidak dapat secara fleksibel memenuhi tuntutan
perkembangan. Ini berarti ada kemandegan atau bahkan akan terjadi proses status
quo. Pendekatan yang sempit tidak akan memberikan kesempatan bagi peningkatan
Manajeme Mutu Terpadu. Manajeme Mutu Terpadu berorientasi pada pelanggan.
Pelanggan memiliki kepuasan yang selalu berkembang. Oleh karenanya pendekatan
dogmatik dan sempit tidak sesuai dengan kepuasan pelanggan.
§
Kurangnya dukungan sistem informasi
dan alat ukur keberhasilan
Lembaga
atau oragnisasi termasuk sekolah amat sulit untuk mengetahui adanya peningkatan
kualitas pelayanan di lembaganya, manakala tidak memiliki data dasar. Oleh
karena itu setiap lembaga harus memiliki data dasar dan tolok ukur yang
dicanangkan oleh lembaga yang bersangkutan.
2.6.
Komponen
Penting Dalam Pelaksanaan Manajemen Mutu Terpadu
- Peningkatan Pengembangan Profesionalisme Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Profesionalisme tenaga pendidik dan
tenaga kependidikan merupakan salah satu syarat utama dalam keberhasilan
pengembangan manajemen mutu. Salah satu alasan mengapa peningkatan
profesionalisme tenaga pendidik dan tenaga kependidikan itu sangat penting, dipengaruhi
oleh kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat.
Sebagai seorang professional, diharapkan tenaga pendidik dan tenaga
kependidikan di sekolah dapat memahami dan mengantisipasi kemajuan teknologi
dalam proses kegiatan pendidikan terutama pembelajaran di kelas.
Peningkatan
kemampuan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan dapat dilakukan melalui:
- Mengikut seratakan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan pada pelatihan yang sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.
- Sekolah perlu menyediakan buku atau referensi
- Mendorong dan menfasilitasi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan untuk melakukan tutorial sebaya misalnya melalui kegiatan KKG (Kelompok Kerja Guru), mengikuti program penyetaraan atau program pelatihan terakreditasi.
- Mengirimkan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan ke luar negeri sesuai dengan tawaran yang diberikan oleh negara-negara donor.
- Melakukan lomba karya ilmiah
- Melakukan pengakuan dan penghargaan kepada yang berprestasi, kreatif atau yang berhasil menemukan sesuatu di bidang pendidikan.
- Mengadakan pertemuan berkala antar guru mata pelajaran sejenis antar sekolah.
Pemberdayaan dan akuntabiitas guru
dan administrator adalah syarat penting dalam MMT. Guru-guru memiliki pengaruh
dalam pengambilan keputusan dengan berpartisipasi dalam perencanaan,
pengembangan, monitoring, dan meningkatkan program pengajaran di sekolah. Dalam
MMT peran guru adalah sebagai rekan kerja, pengambilan keputusan dan
pengimplementasi program pengajaran.
Agar para guru memiliki peran yang
lebih besar dalam pengelolaan sekolah maka perlu dilakukan pemberdayaan
pengetahuan secara terpadu yang dimilki oleh guru. Terdapat dua jenis
pengetahuan yang penting untuk dimilki para guru. Pertama, pengetahuan yang
berkaitan dengan tanggung jawab partisipan sekolah di dalam kerangka manajemen
mutu, seperti pengetahuan tentang cara mengorganisasi pertemuan-pertemuan, cara
meraih konsesus, dan bagaimana cara membuat anggraran. Kedua, berkaitan dengan
pengajaran dan perubahan-perubahan program sekolah, diantaranya mencakup
pengetahuan tentang pengajaran, pembelajaran, dan kurikulum.
2. Menggali
Sumber Dana
Sumber dana utama keuangan sekolah
adalah pemerintah, orang tua, dan masyarakat. Sekolah juga dapat mencari dana
atau bantuan melalui berbagai cara selain melalui iuran BP3, misalnya melalui
penyewaan fasilitas, pembayaran peserta didik, bantuan yayasan, dan gerakan
pengumpulan dana.
Beberapa alternatif yang dapat
dilakukan dalam rangka usaha pengumpulan dana melalui: gerakan mencari donator,
pengumpulan dana kecil-kecilan, beli barang untuk dijual, penjualan hasil
produksi sekolah, penjualan jasa, jasa periklanan, penyewaan fasilitas sekolah,
an menfassilitasi tempat penyelenggaraan kompetensi.
3. Kepemimpinan
dalam MMT
Kepemimpinan MMT merupakan suatu hal
yang sangat terkait dengan manajemen berbasis sekolah. kepemimpinan berkaitan
dengan sekolah-sekolah dalm meningkatkan kesempatan mengadakan pertemuan secara
efektif dengan para guru dalam situasi yang kondusif. Perilaku kepala sekolah
harus dapat mendorong kinerja para guru dan staf administrasi dengan
menunjukkan rasa bersahabat, dekat, dan penuh rasa pertimbangan. Perilaku
pemimpin yang positif dapat mendorong kelompok dalam mengarahkan dan memotivasi
individu untuk bekerja sama dalam kelompok untuk mewujudkan tujuan organisasi.
Kepala sekolah merupakan moto
penggerak, penentu arah kebijakan sekolah dalam mewujudkan tujuan sekolah,
kepala sekolah senantiasa dituntut untuk meningkatkan efektivitas kinerja.
Kinerja kepemimpina kepala sekolah dalam kaitannya dengan manajemen mutu adalah
segala upaya yang dilakukan dan hasil yang dicapai oleh kepala sekolah dalam
mengimplementasikan manajemen mutu di sekolahnya untuk mewujudkan tujuan
pendidikan secara efektif dan efisien. Sehubungan dengan hal itu, kepemimpinan
kepala sekolah yang efektif dalam manajemen mutu memiliki kriteria sebagai
berikut:
ª
Mampu memberdayakan guru-guru untuk
melaksanakan proses pembelajaran dengan baik, lancar, dan produktif.
ª
Dapat menyelesaikan tugas dan
pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
ª
Mampu menjalani hubungan yang
harmonis dengan masyarakat sehingga dapat melibatkan mereka secara aktif dalam
rangka mewujudkan tujuan sekolah.
ª
Berhasil menerapkan prinsip
kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan guru dan pegawai lain di
sekolah.
ª
Bekerja dengan tim manajemen.
ª
Berhasil mewujudkan tujuan sekolah
secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
4. Proses
pengambilan keputusan
Pengambilan keputusan adalah
seperangkat langkah yang diambil individu atau kelompok dalam memecahkan
masalah, atau proses memilih di antara alternative-alternatif tindakan untuk
mengatasi masalah.
Proses pengambilan keputusan yang
rasional melalui enam langkah yaitu: menetapkan masalah, mengidentifikasi
kriteria, mengembangkan alternatif, mengevaluasi alternative, dan memilih
alternative terbaik.
Adapun
langkah-langkah pemecahan maslah dan pengambilan keputusan adalah:
- Mengidentifikasi masalah dan menentukan penyebabnya
- Mengembangkan alternatif pemecahan masalah dan memilih yang terbaik
- Melaksanakan keputusan dan menindaklanjutinya
- Monitoring dan evaluasi
Monitoring merupakan sesuatu
kegiatan yang dilakukan untuk mengawasi atau memantau proses dan perkembangan
pelaksanaan program pendidikan. Melalui monitoring akan dapat diketahui apakah
pelaksanaan program pendidikan berjalan sesuai yang direncanakan, apa saja
hambatan yang terjadi, dan bagaimana mengatasi masalah yang terjadi. Evaluasi
merupakan suatu proses sistematis dalam mengumpulkan, menganalisis dan
menginterpretasikan informasi yang umumnya diperoleh melalui pengukuran, untuk
mengetahui tingkat keberhasilan dan efisiensi suatu program.
2.7.
Evaluasi
Dalam Manajemen Mutu Terpadu
Evaluasi
dalam Manajemen Mutu Terpadu-MMT (Total Quality Management-TQM) adalah
sistem evaluasi yang dirancang, dikembangkan, dan diselenggarakan secara
komprehensif dan berkelanjutan, dengan secara optimal memanfaatkan sumber daya
sekolah guna meningkatkan dan menjamin mutu keluaran, proses penyelenggaraan
dan masukan sekolah.
Penyelenggaraan
evaluasi manajemen berbasis sekolah misalnya, diharapkan akan dapat diperoleh
informasi yang akurat tentang efektivitas pembelajaran, untuk digunakan dalam
membuat keputusan-keputusan menyangkut siswa, memberikan umpan balik kepada
siswa mengenai kemajuan belajar, kelemahan, dan keunggulannya, menentukan
kesesuaian kurikulum, serta memberikan informasi untuk pembuatan kebijakan.
Pelaksanaan evaluasi manajemen mutu berbasis sekolah merupakan upaya untuk
mengoptimalkan penyelenggaraan proses belajar mengajar, dalam meningkatkan
fungsi dan manfaat evalusi secara optimal.
Melalui
evaluasi Manajemen Mutu terpadu-MMT yang dilakukan secara berkelanjutan
memungkinkan diketahuinya secara akurat mengenai kondisi setiap komponen
pendidikan di sekolah, meliputi guru, peserta didik, dan kepala sekolah,
fasilitas sekolah, keberhasilan dan kendala sekolah serta komponen-komponen
lainnya. Dengan keadaan demikian, keberhasilan dan kendala sekolah dalam
menyelenggarakan program pendidikan secara berkala dapat diketahui dan
digunakan sebagai umpan balik untuk melakukan penyempurnaan-penyempurnaan.
2.8.
Karakteristik
Evaluasi Dalam Manajemen Mutu Terpadu
Adapun
karakteristik dalam evaluasi dalam manajemen mutu terpadu yaitu:
1. Evaluasi
bersifat komprehensif antara lain mencakup semua ranah hasil pendidikan
(kognitif, afektif, psikomotor) secara proporsional.
2. Evaluasi
dilakukan secara terpadu dengan kegiatan PBM dan berkelanjutan, dapat membantu
baik siswa maupun guru dalam menilai kesiapan belajar, memantau kemajuan
belajar, mendiagnosa kesulitan-kesulitan belajar dan menilai keberhasilan
proses belajar mengajar.
3. Evaluasi
dikelola sekolah secara professional dan terpadu dengan manajemen peningkatan
mutu berbasis sekolah.
4. Kewenangan
dan tanggung jawab sekolah yang bertanggung jawab memanfaatkan semua sumber
daya sekolah untuk menyelenggarakan evaluasi secara sistematis untuk mendukung
pencapaian tujuan pendidikan.
5. Berpusat
pada siswa yaitu mengamati kegiatan dan kemajuan belajar siswa serta membantu
siswa untuk menguasai substansi pelajaran.
6. Otonomi
guru, memiliki kewenangan penuh untuk merancang dan melaksanakan evaluasi juga
memiliki etika dan tanggung jawab.
7. Konstektual
sesuai dengan karakteristik substansi pelajaran, guru, dan siswa.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Manajemen Mutu Terpadu (MMT) adalah
filosofi dan sistem untuk pengembangan secara terus menerus (continuous improvement)
terhadap jasa atau produk untuk memenuhi kepuasan pelanggan (customer
satisfaction). Sistem pengembangan secara terus menerus dan kepuasan
pelanggan merupakan kalimat yang selalu ada dalam setiap definisi yang
dikemukakan pakar terhadap MMT. Sistem pengembangan secara terus menerus
menggambarkan bahwa MMT memiliki titik tekan pada proses dan bekerja dengan
mendasarkan pada sistem.
Karena itu,
pendekatan MMT tidak hanya bersifat parsial, tetapi komperhensip dengan
melibatkan semua pihak yang berkepentingan dengan produk yang dihasilkan.
Masalah kualitass juga tidak lagi dimaknai dan dipandang sebagai masalah
teknis, tetapi lebih berorientasi pada terwujudnya kepuasan konsumen atau
pelanggan. MMT juga melibatkan faktor fisik dan faktor non fisik, semisal
budaya organisasi, gaya kepemimpinan dan pengikut. Keterpaduan factor-faktor
ini akan mengakibatkan kualitass pelayanan menjadi lebiih meningkat dan
bermakna.
3.2.
Saran
Penulisan
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan olehnya itu dibutuhkan saran yang
sifatnya membangun, guna kesempurnaan dalam penulisannya.
DAFTAR PUSTAKA
Widodo,
Suparno Eko. 2011. Manajemen Mutu Pendidikan. Jakarta: Ardadizya
Jaya.
Sudiyono.
2004. Manajemen Pendidikan Tinggi. Jakarta: Rineka Cipta.